Kemitraan UIN dan Zurich Membuahkan Produk Bungkesmas

 

Jakarta – Majalahcsr. Negara Indonesia sudah 72 tahun merdeka, tapi tidak serta merta membuat semua masyarakat mudah mengakses fasilitas kesehatan. Tidak terkecuali bagi pekerja harian, ataupun pekerja lepas. Suatu yang dicita-citakan jika dapat berobat dengan harga yang terjangkau.

Tidak jauh dari Jakarta, tepatnya di daerah Ciputat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beberapa kali mendapati mahasiswanya bermasalah dengan keuangan. Meskipun dibantu dengan beasiswa, namun hal ini rupanya tidak lantas membuat puas pengajar di UIN Jakarta. Pihaknya berpikir untuk sekaligus memperhatikan masalah kesehatan yang juga dihadapi.

Sasarannya tidak hanya mahasiswa, namun juga masyarakat sekitar yang kenyataannya berada dalam kelas menengah kebawah. Banyak pekerja lepas maupun harian yang coba dibangun kesadarannya untuk mempunyai jaminan jika terjadi sesuatu kepada dirinya. Selain itu, mereka juga diberikan kesadaran mengenai simpanan atau tabungan.

UIN Jakarta kemudian mengajukan ide ini kepada Ford Foundation. Gayung bersambut, Ford membuat riset mengenai ide tersebut yang akhirnya menjadi konsep kemitraan dengan Zurich Insurance.

UIN Jakarta melalui lembaga sosisal kemanusiaannya yaitu Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta kemudian bermitra dengan Zurich Insurance Indonesia sebagai pemberikan manfaat asuransi. Dikarenakan sasarannya adalah kelas menengah kebawah, pengisian formulir pun disesuaikan dan cenderung dipermudah agar para peserta tidak kesulitan yang berpotensi mengundurkan diri karena rumitnya mekanisme.

“Kami ingin mengedukasi masyarakat untu asuransi. Banyak juga yang kesulitan ekonomi sehingga Zurich menciptakan produk-produk yang terjangkau, misalnya mencover sakit, atau kematian,” ujar Eko Lasmono perwakilan dari Zurich, Rabu (24/1), dalam acara Forum Kesehatan dan Bisnis bersama CCPHI.

Bahkan skema awal untuk berobat yang mengharuskan peserta membawa kartu, diubah hanya dengan KTP. Hal ini menyiasati kejadian-kejadian kartu peserta yang hilang, sehingga para peserta malah tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.

Sifat dari asuransi ini adalah santunan, bukan cover. Hal ini disesuaikan dengan masalah utang yang sering terjadi pada masyarakat yang sedang dirawat, sehingga diharapkan saat mereka sudah sembuh, masih mempunyai uang untuk membayar utanng.

“Santunan meninggal Rp20 juta. Harapannya dengan jumlah ini keluarga bisa men-set-up untuk pendapatan baru keluarga,” ujar Dr. Amelia Fauzia selaku Direktur STF UIN Jakarta.

Adalah Mardiana, seorang pekerja harian yang berkali-kali sakit. Namun dirinya tidak berani dirawat lantaran selain mengeluarkan dana, dirinya juga akan kehilangan pendapatan hariannya.

Dia-lah yang menjadi orang pertama yang mengikuti program Social Trust Fund (STF) berupa Tabungan Kesehatan Masyarakat (Bungkesmas).

Dalam setahun, Mardiana hanya perlu menyetorkan uang sebesar Rp100 ribu untuk jaminan berupa santunan untuk kesehatan, kecelakaan dan kematian. Selain itu Mardiana juga menabung minimal Rp2000 /hari untuk dana cadangan kesehatan  dan pendidikan.

Meskipun mirip dengan BPJS, namun yang membedakan adalah pengelolanya. Misalnya untuk asuransi dananya langsung ke Zurich, sedangkan untuk tabungan dikelola oleh lembaga keuangan mikro baik BMT, koperasi, UPK juga kerjasama dengan LSM setempat.

​Program Bungkesmas diinisiasi sejak 2010 dan diimplementasikan pada tahun 2011. Saat ini Bungkesmas ​sudah tersebar di 8 provinsi dan bekerjasama dengan lebih 100 lembaga keuangan mikro baik  BMT, koperasi, UPK juga kerjasama dengan LSM.

Sampai Agustus 2017 peserta Bungkesmas sudah mencapai lebih 10.000 orang. Program ini juga sudah mendapatkan persetujuan dari OJK untuk dilaksanakan.

Tantangan kedepan menurut Amelia adalah untuk mengimplementasikan program ini di lokasi lainnya. Hal terberat adalah mencari tenaga pemasar, mengingat semua yang terlibat sifatnya sukarela.

Perwakilan dari Zurich mengatakan, hal utama yang dilakukan dalam program STF ini adalah mengedukasi masyarakat untuk sadar asuransi. Namun melihat banyaknya masyarakat yang berada dalam ekonomi yang sulit, Zurich menciptakan produk-produk yang terjangkau.

“Misalnya untuk meng-cover yang sakit atau santunan kematian,” ujar perwakilan dari Zurich.

Dalam internal Zurich juga mempunyai kegiatan tahunan yang berbasis sosial dengan nama Global Community Week. Kegiatan yang dilakukan misalnya sunatan masal, pemberian kacamata gratis, ataupun bedah rumah. Dananya dikumpulkan dari karyawan, juga para direksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *